Mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira yang
menyidangkan Prabowo Subianto pada 24 Juli 1998, Fachrul Razi,
membenarkan adanya surat rahasia berisi rekomendasi pemecatan Prabowo.
Surat tersebut kini beredar di sejumlah media massa dan media sosial.
(Baca: Nurul: Keaslian Dokumen Pemecatan Prabowo Diragukan)
Surat
bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP itu menyebut 11 pertimbangan yang
melatari rekomendasi pemecatan Prabowo. Antara lain, penyalahgunaan
wewenang dan pelanggaran prosedur, seperti pengabaian sistem operasi,dan
disiplin hukum di lingkungan ABRI.
"Tanda tangan dan bunyi
keputusannya valid," kata Fachrul melalui pesan pendek kepada Tempo,
Senin malam, 9 Juni 2014. Fachrul merupakan salah satu dari 22 jenderal
pimpinan Luhut Binsar Panjaitan, yang mendeklarasikan dukungannya kepada
Jokowi pada Maret 2014. (Baca juga: Luhut: Calon Pemimpin Jangan Marah dan Bikin Puisi)
Fachrul
pun menyindir bekas komandan Kopassus yang maju sebagai calon presiden
itu. Katanya, dengan wewenang di level Kopassus saja Prabowo bisa
melakukan beberapa tindakan prajurit yang tak layak. "Bagaimana kalau
jadi presiden?"
Surat rekomendasi pemecatan Prabowo diteken
Ketua Dewan Kehormatan Perwira, Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo, dan enam
anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul,
Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, Arie J. Kumaat, serta Susilo Bambang
Yudhoyono. Sebagian isi surat tertanggal 21 Agustus 1998 itu pernah
diakui Agum Gumelar ketika diwawancarai Tempo pada 28 Agustus 1998.
Kepala
Badan Intelijen Negara Marciano Norman meminta Markas Besar TNI
menangkap pembocor dan penyebar dokumen Dewan Kehormatan Perwira.
Marciano menyatakan dokumen tersebut seharusnya tak bocor kepada yang
tak berkepentingan. Dokumen itu menjadi tanggung jawab penuh Markas
Besar TNI. »Semua harus dievaluasi. Dokumen seperti itu tak boleh
keluar,” katanya. (Baca: BIN Minta Bocornya Dokumen DKP Soal Prabowo Diusut)
Sekretaris
Tim Kampanye Prabowo-Hatta Rajasa, Fadli Zon, juga meminta TNI mengusut
pelaku pembocoran. Menurut Fadli, dokumen itu hanya ada di tempat aman
yang diketahui Panglima TNI. Fadli menilai bocornya dokumen itu
merupakan tindak pidana terhadap rahasia negara. Kepala Dinas Penerangan
TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Andika, belum bisa memberikan
keterangan otentisitas dokumen tersebut.
Jumat, 26 September 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar